Gempa dan tsunami itu bukan bencana


(kyodo news)

Gempa dahsyat berkekuatan 8,9 SR kemarin Jum’at (11/3) mengguncang Jepang. Disusul kemudian tsunami setinggi 10 m yang meluluhlantakkan kota-kota di pantai timur Jepang. Ribuan rumah hancur, infrastruktur hancur, dua reaktor nuklir meledak, ribuan orang meninggal. Dahsyat sekali. Tsunami itu menjalar sampai Hawai, pantai barat Amerika, bahkan sampai Indonesia. Di salah satu kampung laut, tepatnya kampung Tobati di teluk Yotefa, Jayapura, beberapa rumah dan jembatan rusak diterjang tsunami.

Gempa dan tsunami di Aceh pada Desember 2004 juga sangat dahsyat. Ribuan rumah hancur, infrastruktur rusak, ribuan orang meninggal. Salah seorang teman saya waktu KKN di Wonosobo dulu, meninggal karena tsunami itu.

Kepulauan Jepang dan Indonesia sama-sama berada di lokasi rawan, lokasi tumbukan lempeng benua. Jepang berada di tumbukan lempeng Pasifik dengan Eurasia, Indonesia berada di tumbukan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia. Akibatnya sering terjadi gempa. Selain itu juga banyak gunung api aktif. Di masa lalu letusan dahsyat gunung Toba menghasilkan danau Toba. Letusan gunung Krakatau menyebabkan tsunami dan abu vulkaniknya terbawa sampai Eropa. November 2010 gunung Merapi, salah satu gunung api sangat aktif di dunia, meletus dan menimbulkan banyak korban jiwa dan harta. Di beberapa milis kemudian ada yang memposting bahwa musibah Merapi itu adalah bencana yang merupakan azab yang ditimpakan Tuhan karena warga Jogja tukang bid’ah, syirik, suka bakar kemenyan dsb. Benarkah itu azab bencana?

Dulu waktu saya masih kecil, guru ngaji saya menceritakan tentang bencana yang ditimpakan kepada suatu kaum karena kaum itu durhaka kepada Tuhan dan mendustakan nabi-nabi. Ada banjir besar di masa nabi Nuh karena umatnya durhaka kepada Tuhan. Kaum nabi Luth yang gemar homoseks dan menentang Tuhan, kotanya dijungkirbalikkan. Kaum nabi Syu’aib yang durhaka ditimpa bencana udara panas luar biasa. Dan banyak yang lain.

Guru ngaji saya menambahkan, bencana-bencana itu terjadi pada masa nabi-nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad. Umat akhir zaman, apabila berbuat dosa tidak langsung diazab seperti umat nabi terdahulu, tapi azabnya ditangguhkan. Ini karena nabi Muhammad mendapat privilege dari Tuhan, dan hanya nabi Muhammad yang diberi keistimewaan bisa memberi syafa’at di hari perhitungan kelak.

Jadi, banjir, gunung meletus, dsb. itu mengingatkan kita bahwa kematian bisa datang kapan saja, di mana saja, dalam bentuk apa saja. hendaknya kita memelihara iman kita, dan selalu berbuat baik karena manusia diberi tugas sebagai khalifah di muka bumi, jangan berbuat kerusakan. Apabila kita, saudara kita, atau teman kita tertimpa musibah, hendaknya bersabar dan terimalah sebagai cobaan. Tuhan maha kasih dan sayang.

Teman kita di milis yang menuding warga Jogja tukang bid’ah, suka bakar kemenyan, karena itu ditimpa azab gunung Merapi meletus, rasanya pendapat itu kurang bijaksana. Mungkin dia lupa dengan pelajaran mengaji. Atau mengaji pada guru yang kurang bijaksana. Atau sebenarnya tidak mengaji, tapi merasa paling saleh, menuding orang lain yang beda kelompok dengannya sebagai tukang bid’ah. Wallahu a’lam.

O iya, barusan saya membaca percakapan petruk dengan mBilung, tulisannya Sujiwo Tejo. “Pakde mBilung,” kata Petruk. “Gempa dan tsunami di Jepang itu bukan bencana. Itu fenomena alam biasa. Masyarakat di sana sudah terlatih ngadepi fenomena kayak gitu. Yang bencana itu korupsi. Yang bencana itu triliunan biaya mbangun gedung DPR. Yang bencana itu…………..”

Petruk nambahi, “Masyarakat pulau Simeulue di kawasan Aceh pun tidak menyebut gempa dan tsunami itu bencana. Mereka menyebutnya “kolam mandi.” Dalam pantun tradisional, mereka menyebut: smonk rume-rumemo/linon uwak-uwakmo/ elaik keudang-keudangmo/ kilek suluh-suluhmo (tsunami kolam mandimu/ gempa ayun-ayunanmu/ petir kendangmu/ halilintar cahayamu).

 

adi mustika. 13 maret 2011.

 

Leave a comment